TEORI
Menurut
Nevid, Rathus dan Greene (2003), ciri-ciri umum dari depresi adalah:
A. Perubahan pada Kondisi Emosional. Ciri-ciri
perubahan pada kondisi emosional dibagi menjadi tiga, yaitu:
1)
Perubahan pada mood (periode
terus-menerus dari perasaan terpuruk, depresi, sedih atau muram)
2)
Penuh air mata atau menangis
3) Meningkatnya iritabilitas (mudah
tersinggung), kegelisahan, atau kehilangan kesabaran
B. Perubahan dalam Motivasi. Ciri-ciri
pada perubahan dalam motivasi dibagi menjadi lima, yaitu:
1)
Perasaan tidak termotivasi, atau memiliki kesulitan untuk memulai (kegiatan) di
pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur
2)
Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial
3)
Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas menyenangkan
4)
Menurunnya minat pada seks
5) Gagal untuk berespons pada pujian
atau reward
C. Perubahan dalam Fungsi dan Perilaku
Motorik. Ciri-ciri perubahan fungsi dan perilaku motorik dibagi menjadi lima,
yaitu:
1)
Bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan daripada biasanya
2)
Perubahan dalam kebiasaan tidur (tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit,
bangun lebih awal dari biasanya dan merasa kesulitan untuk kembali tidur di
bagi buta
3)
Perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit)
4)
Perubahan dalam berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan)
5) Berfungsi secara kurang efektif
daripada biasanya di tempat kerja atau di sekolah
D. Perubahan Kognitif. Ciri-ciri pada
perubahan kognitif dibagi menjadi lima, yaitu:
1)
Kesulitan berkonsentransi atau berpikir jernih
2)
Berpikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan
3)
Perasaan bersalah atau menyesal mengenai kesalahan di masa lalu
4)
Kurangnya self esteem atau
merasa tidak adekuat
5) Berpikir akan kematian atau bunuh
diri
Lumongga (2009) menyebutkan bahwa
gejala-gejala depresi dapat dilihat dari segi, yaitu gejala dilihat dari segi
fisik, psikis dan sosial.
a. Gejala Fisik
Menurut beberapa ahli, gejala
depresi yang kelihatan ini mempunyai rentangan dan variasi yang luas sesuai
dengan berat ringannya depresi yang dialami. Namun secara fisik besar ada
beberapa gejala fisik umum yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti:
1) Gangguan pola tidur. Misalnya, sulit
tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit todur
2) Menurunnya tingkat aktivitas. Pada
umumnya, orang yang mengalami depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai
kegiatan yang tidak melibatkan orang lain seperti menonton TV, makan, dan
tidur.
3) Menurunnya efisiensi kerja. Orang
yang terkena depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu
hal, atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energipada
hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang tidak efisien
dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil, melamun, dan merokok terus-menerus
4) Menurunnya produktivitas kerja. Orang
yang terkena depresi akan kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya.
Sebabnya, ia tidak lagi bias menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang
dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan
kegiatannya seperti semula.
5) Mudah merasa letih dan sakit. Jelas
saja, depresi itu sendiri adalah perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan
perasaan negatif, maka jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan
perasaan, dan ia harus memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka.
b. Gejala Psikis
Gejala-gejala psikis memiliki
tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kehilangan rasa percaya diri. Orang
yang mengalami depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif,
termasuk menilai diri sendiri.
2) Sensitif. Orang yang mengalami
depresi senang sekali mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya
sensitif sekali, sehingga sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari
sudut pandang yang berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya mereka
mudah tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain, mudah
sedih, murung dan suka menyendiri.
3) Merasa diri tidak berguna. Perasaan
tidak berguna ini muncul karena mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama
di bidang atau lingkungan yang seharusnya mereka sukai.
4) Perasaan bersalah. Perasaan bersalah
terkadang timbul dalam pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang
suatu kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari
kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan.
5) Perasaan terbebani. Banyak orang yang
menyalahkan orang lain atas kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa tebeban
berat karena merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat.
c. Gejala Sosial
Depresi yang berawal adalah masalah
diri sendiri pada akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau
aktivitas rutin lainnya). Lingkungan tentu akan bereaksi terhadap perilaku
orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif (mudah marah,
tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit). Problem sosial
yang terjadi biasanya berkisar pada masalah interaksi dengan rekan kerja,
atasan atau bawahan. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah
lainnya juga seperti perasaan minder, malu, cemas jika berada di antara
kelompok dan merasa tidak nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka
merasa tidak mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan
dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.
Subjek mengalami depresi karena
mengalami tekanan yang cukup kompleks. Menurut Atkinson (dalam Lumongga, 2009)
depresi adalah suatu gangguan mood yang
dicirikan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak
mampu mengambil keputusan melalui suatu kegiatan, tak mampu konsentrasi, tak
punya semangat hidup, selalu tegang dan mencoba bunuh diri.
Kepribadian
subjek juga sangat mempengaruhi kasus ini. Dalam teori Eysenck mengenai
kepribadian psikotisme, ekstraversi, dan neurotisme dapat memiliki penyebab
maupun konsekuensi. Penyebabnya bisa bersifat genetic biologis, sementara
konsekuensinya mencakup variable-variabel eksperimental seperti pengalaman
pengkodisian, kepekaan dan memori selain juga perilaku sosial seperti
kriminalitas, kreativitas, psikopatologis, dan perilaku seksual.(dalam theories
of personality).
Dalam
hal ini kepribadian ekstrovert subjek muncul akibat lingkungan dan genetis dari
orang tuanya yang tampak tidak memunculkan emosi yang berlebih. Ekstraversi
adalah produk dari tingkatan stimulasi kulit otak yang rendah. Karena itu,
pribadi introvert jika dibanding pribadi ekstrover mestinya lebih sensitive
terhadap beragam stimuli dan kondisi belajar.
KASUS
Subjek
dengan inisial ‘I’ adalah seorang gadis berusia 18 tahun. Dia anak kedua dari
dua bersaudara. Dia merupakan gadis pendiam dan sangat tertutup. Selama ini dia
tinggal di pondok pesantren, namun setelah lulus SMA, dia kembali tinggal
bersama orang tuanya. Kakaknya seorang perempuan yang sudah berkeluarga dan
memiliki 1 orang anak. Subjek mengalami
kehamilan di luar nikah akibat diperkosa oleh kakak iparnya. Kejadian ini
membuat keadaan psikologis subjek menjadi sangat memprihatinkan. Dia semakin
menjadi gadis yang sangat pendiam. Dia mengalami depresi akibat peristiwa
tersebut, meskipun lingkungan keluarga dan tetangga memahami apa yang dialami
oleh subjek adalah suatu musibah, tetapi subjek tetap mengurung dan menarik
diri dari pergaulan baik di lingkungan keluarga maupun tetangganya. Saat usia kehamilannya
masih muda, janin tersebut gugur. Entah karena aborsi atau karena mengalami
keguguran secara tidak sengaja. Subjek semakin mengalami depresi berat saat mengetahui
janin tersebut telah gugur. Subjek sering linglung, semakin pendiam, sering
murung dan mengalami kehilangan kesadaran. Subjek juga pernah benar-benar
kehilangan kesadaran hingga tidak mengenakan pakaian dan berjalan jauh dari
rumahnya. Dia tidak mempunyai nafsu makan seperti saat dia belum mengalami
peristiwa tersebut. Dia lebih banyak mengurung diri. Meskipun keadaannya bisa
dibilang sangat memprihatinkan, tetapi subjek masih ingat untuk melaksanakan
shalat 5 waktu sesuai kewajiban setiap muslim. Hanya itulah satu-satunya
kegiatan yang masih dilakukan subjek saat keadaan jiwa dan pikirannya sadar.
Tambahan
pembahasan
Peristiwa
kehidupan yang penuh tekanan meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood
atau kambuhnya gangguan mood, terutama depresi mayor. Dalam sebuah penelitian,
kebanyakan depresi mayor diawali oleh peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
Orang juga cenderung menjadi depresi bila mereka menanggung sendiri tanggung
jawab dari peristiwa yang tidak diinginkan, seperti masalah sekolah, kesulitan
keuangan, kehamilan yang tidak diinginkan, masalah interpersonal, dan masalah dengan
hukum.
Dalam
kasus yang dialami oleh subjek “I”, ia mengalami peristiwa yang menyakitkan dan
membuatnya sangat tertekan. Subjek mengalami hamil diluar nikah. Sekalipun
keluarga dan tetangga memahami apa yang dialaminya sebagai suatu musibah, namun
karena kepribadian subjek yang dari awal pendiam, tertutup dan cenderung
menyendiri, dia merasa tidak bisa membagi apa yang dirasakan batinnya dengan
siapapun, sekalipun orang tuanya.
Terdapat
beberapa factor penyebab depresi muncul dalam diri seorang individu.
Diantaranya, `factor genetis, pengalaman hidup, kehilangan hubungan yang
bermakna, dan kebiasaan kognitif. Factor yang terlihat dalam diri subjek “I”
sehingga menyebabkan dia mengalami depresi adalah factor pengalaman hidup dan
kebiasaan kognitif. Pengalaman hidupnya yang mengalami pemerkosaan oleh anggota
keluarganya sendiri membuatnya sangat tertekan sehingga muncul gangguan pada
moodnya dan dia mengalami depresi, kekerasan seksual yang dia alami sangat
berbeda dengan kehidupannya sebelumnya yang sangat religious di lingkungan
pondok pesantren. Sementara itu factor kognitif dalam diri individu yang memicu
munculnya depresi yaitu, “perenung”. Subjek memiliki kepribadian yang cenderung
pendiam, tertutup dan sangat religi. Sifat pendiamnya tersebut membuatnya
menjadi seorang remaja yang cenderung perenung, yakni kebiasaan buruk kognitif
yang paling kuat, dimana seseorang akan merenungkan segala sesuatu yang salah
dengan hidupnya, duduk sendirian dan berpikir mengenai betapa dirinya tidak
termotivasi untuk melakukan apapun, dan meyakini bahwa tidak ada dan tidak akan
ada seorang pun yang mencintai dirinya. Orang-orang yang memiliki gaya kognitif
perenungan lebih tinggi memunculkan rasa putus asa dalam dirinya, dan lebih
besar resikonya mengalami depresi mayor.
Subjek
merasa bahwa apa yang dia alami merupakan musibah berat dalam hidupnya.
Sehingga, sebesar apapun perhatian orang tuanya, tidak berpengaruh besar
terhadap depresi yang dialaminya. Karena subjek merasa putus asa dengan keadaan
dirinya saat itu.
Untuk kasus yang dialami subjek
“I”, menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders fourth edition) dia mengalami gangguan depresi berat (Mayor depressive disorder).dalam diri subjek didapatkan 5
atau lebih simptom depresi selama 2 minggu. Kriteria tersebut adalah: suasana perasaan depresif hampir
sepanjang hari yang diakui sendiri oleh subjek ataupun observasi orang lain, kehilangan interest atau perasaan senang yang sangat
signifikan dalam menjalani sebagian besar aktivitas sehari-hari, berat badan turun secara
siginifkan tanpa ada progran diet atau justru ada kenaikan berat badan yang
drastis, insomnia atau
hipersomnia berkelanjutan, agitasi atau retadasi psikomotorik, letih atau kehilangan energi, perasaan tak berharga atau perasaan bersalah yang eksesif, kemampuan berpikir atau
konsentrasi yang menurun, pikiran-pikiran mengenai mati, bunuh diri, atau usaha bunuh diri yang muncul
berulang kali, distres dan
hendaya yang signifikan secara klinis, tidak berhubugan dengan belasungkawa karena kehilangan seseorang.
Penanganannya:
BDI merupakan behavioral assessment dalam bentuk self report reting inventory yang
mengukur kriteria sikap dan simtom-simtom depresi. Alat tes ini terdiri dari 21
pertanyaan pilihan ganda yang fokus pada perasaan sedih, rasa bersalah, harga
diri, dan rasa pesimis. Isi dari alat ukur ini merupakan gambaran 6
karakteristik depresi dari 9 karakteristik yang dibutuhkan dalam DSM IV
(Groth-Marnat, 1997).
Daftar
pustaka
typecat.com/pdf/jurnal-depresi-pada-remaja.html
Wade, Carol., Tavris,
Carol. 2007. Psikologi: edisi
kesembilan jilid 2. Jakarta: Erlangga